Rabu, 09 Maret 2022

15 Negara Anggota Uni Soviet, Republik Terluas di Dunia pada Masanya

Uni Soviet dinyatakan sebagai negara terluas di dunia pada tahun 1991, tepat sebelum bubar. Wilayah kekuasaannya mencakup satu per enam permukaan bumi. Menurut catatan Ensiklopedia Britannica, daerah Uni Soviet membentang seluas 22,4 juta km persegi dari Laut Baltik dan Laut Hitam hingga Samudra Pasifik. Wilayah tersebut dihuni oleh 290 juta penduduk dari 100 kebangsaan.
26 Desember 1991: Uni Soviet Runtuh dan Mundurnya Mikhail Gorbachev

Sejarah Terbentuknya Uni Soviet
Uni Soviet terbentuk pasca Revolusi Rusia tahun 1917. Rusia sebelumnya merupakan negara kekaisaran yang dipimpin oleh tsar yang otokrasi dan memiliki kekuasaan absolut serta tidak terbatas.

Sejumlah revolusi terjadi di Rusia, mulai dari revolusi tahun 1905, Revolusi Februari 1917, dan puncaknya pada Revolusi Bolshevik 1917 yang berhasil menjatuhkan kekaisaran dan diambil alih oleh Partai Komunis Uni Soviet, seperti dilansir dari History.

Pasca revolusi 1917, berdirilah empat republik sosialis di bekas Kekaisaran Rusia. Keempatnya adalah Republik Sosialis Federasi Soviet Rusia, Republik Sosialis Federasi Soviet Transkaukasia, Republik Sosialis Soviet Ukraina, dan Republik Sosialis Soviet Belarusia.

Keempatnya kemudian membentuk Republik Sosialis Uni Soviet pada tahun 1922. Selain itu, beberapa republik juga turut bergabung ke dalamnya.

15 Negara Anggota Uni Soviet
Uni Soviet menjadi republik terluas di dunia pada tahun 1991, tepat sebelum dinyatakan bubar. Wilayahnya juga termasuk 20 Republik Otonomi Sosialis Soviet. 16 Di antaranya berada di dalam Rusia, 2 di dalam Georgia, 1 dalam Azerbaijan, dan 1 di dalam Uzbekistan.

Pada tahun-tahun terakhirnya, 15 Republik Sosialis Soviet akhirnya memerdekakan diri. Berikut ini daftar 15 negara anggota Uni Soviet:

1. Armenia
2. Azerbaijan
3. Belarusia
4. Estonia
5. Georgia
6. Kazakhstan
7. Kyrgyzstan
8. Latvia
9. Lithuania
10. Moldova
11. Rusia
12. Tajikistan
13. Turkmenistan
14. Ukraina
15. Uzbekistan

Baca juga:
  • Sejarah Perubahan Kekaisaran Rusia Jadi Uni Soviet
  • Kronologi Runtuhnya Uni Soviet
Uni Soviet mulai menunjukkan gejolaknya pasca wafatnya Vladimir Lenin, pemimpin pertama Uni Soviet. Berikut kronologinya:

  • Tahun 1924 timbul gejolak kekuasaan ketika Vladimir Lenin wafat. Namun, hal tersebut berakhir pada 1927 saat Joseph Stalin memperoleh kemenangan.
  • Tahun 1928 rencana 5 Tahun tentang sentralisasi industri dan pertanian kolektif dimulai.
  • Akhir tahun 1930-an dilakukan eksekusi atau sanksi lain atas jutaan orang yang dinilai berbahaya terhadap negara.
  • Pasca Perang Dunia II, Uni Soviet dan Amerika Serikat terlibat perang dingin dengan sekutu masing-masing.
  • Akhir tahun 1940-an, Uni Soviet membantu pendirian rezim-rezim komunis di sebagian besar Eropa Timur.
  • Tahun 1949 Uni Soviet meledakkan bom atom pertama mereka. Kemudian bom hidrogen pertamanya diledakkan tahun 1953.
  • Setelah kematian Stalin, Uni Soviet di bawah pimpinan Nikita Khrushchev mengalami liberalisasi politik serta budaya yang terbatas.
  • Penerbangan luar angkasa orbital berawak pertama Uni Soviet dilakukan pada 1961.
  • Liberalisasi Uni Soviet dibalik sebagian saat Leonid Brezhnev memimpin, tetapi Mikhail Gorbachev menerapkan kebijakan liberal bernama glasnost dan perestroika di pertengahan 1980-an.
  • Akhir tahun 1990, pemerintahan komunis telah diruntuhkan dan program untuk menciptakan ekonomi pasar sudah dilakukan.
  • Uni Soviet resmi bubar pada 25 Desember 1991.

Penyebab Konflik Rusia dan Ukraina Sebenarnya Apa? Ini urutannya

Penyebab konflik Rusia dan Ukraina kembali jadi sorotan. Belakangan kedua negara memang dalam tahap krisis tingkat tinggi hingga digadang-gadang invasi bisa dilakukan kapan saja.

Sejumlah negara termasuk Amerika Serikat turun tangan mengancam Rusia jika benar invasi akan dilakukan. Bahkan AS dan sejumlah negara mengirimkan bantuan berupa peralatan militer ke Ukraina jika benar rencana invasi akan dilakukan. Lalu apa yang menjadi penyebab konflik Rusia dan Ukraina? detikcom merangkum informasinya berikut ini.


Dilansir Al Jazeera, sekitar 1.200 tahun lalu, Ukraina, Rusia dan Belarusia lahir di tepi Sungai Dnieper di Kievan Rus, Kievan Rus, negara adidaya abad pertengahan yang mencakup sebagian besar Eropa Timur. Meski begitu, Rusia dan Ukraina berbeda jauh secara bahasa, sejarah hingga politiknya.

Presiden Rusia Vladimir Putin berulang kali mengklaim bahwa Rusia dan Ukraina adalah satu bagian dari peradaban Rusia, yang juga mencakup Belarusia. Namun klaim itu dibantah oleh Ukraina. Kemudian Ukraina melakukan revolusi selama dua kali, yakni pada tahun 2005 dan 2014, yang menolak supremasi Rusia. Ukraina juga terus mencari jalan agar dapat bergabung Uni Eropa dan NATO.

Rusia pun menolak keras langkah tersebut dan meminta Ukraina untuk 'tak pernah bergabung dengan NATO atau North Atlantic Treaty Organization, yang di awal pendiriannya memang bertujuan melawan ancaman ekspansi Rusia pascaperang di Erop

Putin sangat marah dengan prospek pangkalan NATO di sebelah perbatasannya dan mengatakan bergabungnya Ukraina dengan aliansi transatlantik pimpinan AS akan menandai perlintasan garis merah antar keduanya.

Saat revolusi Ukraina pada 2014, terjadi protes besar-besaran untuk menggulingkan presiden Ukraina yang pro-Rusia bernama Viktor Yanukovych. Kala itu, Viktor menolak perjanjian asosiasi dengan Uni Eropa demi hubungan yang lebih dekat dengan Moskow. Saat penggulingan Viktor, Rusia mencaplok Semenanjung Krimea di Ukraina dan mendorong pecahnya sebuah pemberontakan separatis di timur Ukraina. Saat itu, Ukraina dan Barat menuduh Rusia mengirim pasukan dan senjatanya untuk mendukung pemberontak. Rusia membantahnya dan menuduh orang Rusia yang bergabung dengan separatis adalah sukarelawan.

Pada 2015, dengan penengah Prancis dan Jerman, Rusia dan Ukraina melakukan perjanjian damai untuk mengakhiri pertempuran skala besar. Namun upaya tersebut gagal mencapai penyelesaian politik.

Uni Eropa dan AS telah memberlakukan serangkaian tindakan sebagai tanggapan atas tindakan Rusia di Krimea dan Ukraina timur, termasuk sanksi ekonomi yang menargetkan individu, entitas, dan sektor tertentu dari ekonomi Rusia.

Kremlin menuduh Ukraina memicu ketegangan di timur negara itu dan melanggar perjanjian gencatan senjata Minsk.

Dilansir Al Jazeera, berikut timeline terjadinya konflik Ukraina-Rusia hingga kini:

November 2021: Citra satelit memperlihatkan penumpukan pasukan baru Rusia di perbatasan dengan Ukraina. Ukraina menyebut Rusia telah memobilisasi 100.000 tentara bersama dengan tank dan perangkat keras militer lainnya.

7 Desember 2021: Presiden AS Joe Biden memperingatkan Rusia tentang sanksi ekonomi dari Barat jika menyerang Ukraina.

17 Desember 2021: Rusia mengajukan tuntutan keamanan yang terperinci kepada Barat, termasuk bahwa NATO menghentikan semua aktivitas militer di Eropa timur dan Ukraina. Rusia juga meminta NATO untuk tidak pernah menerima Ukraina atau negara-negara bekas Soviet lainnya sebagai anggota.

3 Januari 2022: Biden meyakinkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy bahwa AS akan "menanggapi dengan tegas" jika Rusia menginvasi Ukraina.

10 Januari 2022: Pejabat AS dan Rusia bertemu di Jenewa untuk pembicaraan diplomatik namun gagal. Rusia mengulangi tuntutan keamanan yang menurut AS tidak dapat diterima.

24 Januari 2022: NATO menempatkan pasukan dalam keadaan siaga dan memperkuat kehadiran militernya di Eropa Timur dengan lebih banyak kapal dan jet tempur. Beberapa negara Barat mulai mengevakuasi staf kedutaan dari Kyiv. AS menempatkan 8.500 tentara dalam siaga.

26 Januari 2022: Washington memberikan tanggapan tertulis terhadap tuntutan keamanan Rusia, mengulangi komitmen terhadap kebijakan "pintu terbuka" NATO sambil menawarkan "evaluasi yang berprinsip dan pragmatis" atas keprihatinan Moskow.

27 Januari 2022: Biden memperingatkan kemungkinan invasi Rusia pada Februari.

28 Januari 2022: Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan tuntutan keamanan utama Rusia belum ditanggapi tetapi Moskow siap untuk terus berbicara. Presiden Ukraina Zelenkskyy memperingatkan Barat untuk menghindari menciptakan "kepanikan" yang akan berdampak negatif terhadap perekonomian negaranya.

31 Januari 2022: AS dan Rusia berdebat tentang krisis Ukraina pada sesi tertutup khusus Dewan Keamanan PBB.
- Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan kepada dewan bahwa invasi Rusia ke Ukraina akan mengancam keamanan global.
- Utusan Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya menuduh Washington dan sekutunya mengobarkan ancaman perang, di mana Rusia terus menyangkal tudingan rencana invasi.
"Diskusi tentang ancaman perang sangat provokatif. Anda hampir menyerukan ini. Anda ingin itu terjadi," kata Nebenzya.

1 Februari 2022: Putin membantah merencanakan invasi dan menuduh AS mengabaikan tuntutan keamanan negaranya. "Sudah jelas bahwa kekhawatiran mendasar Rusia akhirnya diabaikan," katanya.

6 Februari 2022: Media AS mengutip pernyataan pejabat AS bahwa Rusia telah membangun 70 persen dari pembangunan militer yang dibutuhkan untuk meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina.
8 Februari 2022: Presiden Prancis Emmanuel Macron bertemu Putin dan mengatakan kepada wartawan bahwa Rusia tidak akan meningkatkan krisis Ukraina. Namun, Kremlin membantah bahwa Macron dan Putin mencapai kesepakatan untuk mengurangi eskalasi krisis. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa "dalam situasi saat ini, Moskow dan Paris tidak dapat mencapai kesepakatan apa pun".

10 Februari 2022: Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss dan Menlu Rusia Sergey Lavrov mengadakan pembicaraan tanpa hasil. Truss, yang memperingatkan sanksi keras Barat jika Ukraina diserang, menantang Lavrov tentang pernyataannya bahwa penumpukan pasukan dan persenjataan Rusia tidak mengancam siapa pun.

11 Februari 2022: Penasihat keamanan nasional Biden, Jake Sullivan, mengatakan intelijen AS menunjukkan invasi Rusia dapat dimulai dalam beberapa hari, sebelum Olimpiade Beijing berakhir pada 20 Februari.
- Pentagon memerintahkan tambahan 3.000 tentara AS untuk dikirim ke Polandia untuk meyakinkan sekutu. Sementara itu, sejumlah negara menyerukan warganya untuk meninggalkan Ukraina, dengan beberapa peringatan bahwa evakuasi militer tidak akan dijamin jika terjadi perang.

12 Februari 2022: Biden dan Putin mengadakan pembicaraan melalui konferensi video. Presiden AS mengatakan invasi Rusia ke Ukraina akan menyebabkan "penderitaan manusia yang meluas" dan bahwa Barat berkomitmen pada diplomasi untuk mengakhiri krisis tetapi "sama siapnya untuk skenario lain".

- Putin mengeluh dalam seruan itu bahwa AS dan NATO belum menanggapi secara memuaskan tuntutan Rusia agar Ukraina dilarang bergabung dengan aliansi militer dan NATO menarik mundur pasukan dari Eropa Timur.

- Yuri Ushakov, ajudan utama kebijakan luar negeri Putin, mengatakan bahwa sementara ketegangan telah meningkat selama berbulan-bulan, dalam beberapa hari terakhir "situasinya telah dibawa ke titik absurditas". Dia mengatakan Biden menyebutkan kemungkinan sanksi yang dapat dikenakan pada Rusia, tetapi: "Masalah ini bukan fokus selama percakapan yang cukup panjang dengan pemimpin Rusia."

Caca juga artikel berikut ini

Politik

Debat Kedua Capres di Mata Netizen, Jokowi Disorot Salah Data, Prabowo Soal Unicorn Debat kedua Pilpres 2019. ©Liputan6.com/Faizal...