Renungan kepemimpinan


بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Selamat berpuasa, tarawih, dan amalan lain di dalam bulan puasa, semoga memperoleh ridho Allah dan RasulNya. Jika kita bertanya pada manusia, siapa yang akan menjadi pimpinan, tentu pandangannya sangatlah subyektif. Ada yang hanya melihat penampilannya, kepintarannya, serta kecerdasannya saja. Tapi, kita jangan lupa, kepintaran dan kecerdasan, serta penampilan itu. Bila kita tidak memiliki batin, semua itu tidak ada artinya. Batin itu berada di dalam hati tiap-tiap manusia, yang juga dikenal dengan nama Ruh. Ruh itu cahaya atau disebut Nur. Yang membuat kita pintar, cerdas, serta mempunyai penampilan adalah karena ada Ruh, yang memancarkan cahayanya kepada seluruh tubuh manusia, khususnya kepada otak sehingga menghasilkan kepintaran atau kecerdasan, yang disebut sebagai sains dan teknologi.


Melalui Ruh itulah manusia dapat melihat pada mata, mendengar pada telinga, mencium pada hidung, berkata pada mulut, merasa pada lidah; dikenal sebagai pancaindera.
Kecerdasan, kepintaran, penampilan seseorang yang dinilai secara subyektif akan lebih bermanfaat apabila Ruh yang berada dalam Hati tadi, mutlak diurus oleh Tuhan. Kita dapat mengacu ke Surat 17 ayat 85:
“Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". Lalu bagaimana Tuhan memperlakukan ruh yang ada di dalam hati manusia sehingga bisa dibebani kewajiban sholat. Ruh itulah yang sesungguhnya berhak atas predikat keimanan (mukmin). Dia tidak laki-laki tidak perempuan, berada dalam dada laki-laki, dan dalam dada perempuan. Perbedaan status laki-laki dan perempuan itu hanyalah jasmaniahnya saja.
Allah berfirman:
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya, yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, orang-orang yang menunaikan zakat, dan yang menjaga kemaluannya.
(QS Al Mukminun: 1-5)


Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa predikat keimanan itu disematkan pada ruh, bukan manusia secara jasmaniah. Oleh karena itu, keimanan ruh adalah cahaya, sehingga sholatnya wajib berhakekat. Tempat hakekat sholat itu berada di Baitullah. Dapat kita melihat pada al-Quran:
“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud. ”(QS. Al-Hajj: 26) 

Dalam ayat lainnya Allah berfirman:
“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. dan Jadikanlah sebagian maqam Ibrahim (tempat berdiri Nabi Ibrahim a.s. diwaktu membuat Ka'bah) sebagai tempat shalat. dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud".(QS2/125)

Dan juga firman-Nya:
“Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini (Mekah) yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan aku diperintahkan untuk menjadi bagian dari orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Naml: 91)

Dari ketiga firmanTuhan tadi, nyatalah bahwa hidup ini tidak cukup hanya dengan syariat saja. Tetapi musti syariat dengan hakekat. Sehingga kepintaran dan kecerdasan serta penampilan tadi akan dapat terkendali apabila hatinya, yaitu Ruh tadi, diurus oleh Tuhannya. Salah satu jalan agar Allah mengurus ruh tersebut adalah dengan shalat.

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Ankabuut: 45)

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat.”
(QS. An-Nur: 56)

Kesimpulan
Manusia selalu memandang manusia lain secara subyektif dari penampilan, kepintaran, kecerdasan dan sebagainya. Akan tetapi, Allah memandang manusia secara komprehensif. Karena, Allah yang menciptakan manusia dari seorang laki-laki dan perempuan. Dan disempurnakan oleh Allah kejadian manusia dengan ditiupkannya Ruh kedalam jasadnya. Karena itu, manusia tidak akan sempurna bila dilihat dari penampilan, kepintaran atau kecerdasan saja bila tidak diikutsertakan apa yang ada dalam hati manusia itu tadi. Sebab Allah tidak melihat rupamu dan amalmu, hanya Allah melihat pada hatimu dan niatmu.
Karena itu kepemimpinan yang dipilih oleh manusia, dan yang diridhoi oleh Allah dan RasulNya, tidak boleh dilihat sepihak saja secara subyektif, musti secara komprehensif.
“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka (untuk menunaikan) amal kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka menyembah.”
(QS. Al-Anbiya: 73)

Kepintaran, kecerdasan dan penampilan tadi akan mendatangkan manfaat kepada dirinya, keluarganya, serta masyarakat pada umumnya apabila hatinya diurus oleh Tuhan. Karena itu, sholat tidak dapat ditinggalkan.

Sumber RimaNews

Caca juga artikel berikut ini

Politik

Debat Kedua Capres di Mata Netizen, Jokowi Disorot Salah Data, Prabowo Soal Unicorn Debat kedua Pilpres 2019. ©Liputan6.com/Faizal...