Rabu, 26 Desember 2018

Rumah adat di Alam Kerinci

UMOH GDEI DAN TANOH MANDAPEA

Dusun merupakan tempat berdirinya Umouh Gdeing atau rumah gedang, rumah gedang ini memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat adat dan pengaruh sacral pada pandangan anak anak negeri di dusun.
Yang dimaksud rumah adat di Alam Kerinci adalah rumah laheik (rumah larik berbanjar), berbeda dengan Umouh Gdeing, larik sebagai rumah panjang yang dibagi atas petak petak yang ditempati oleh satu keluarga batih (batih= terdiri dari suami-istri beserta anak anak mereka). Susunan keluarga batih ini menurut sistem perut, kelebu, tumbi atau pintu yang merupakan stelsel matrilineal, jadi tidak benar ada pendapat yang mengatakan Alam Kerinci mempergunakan sistem bilateral, andaipun ada hal ini dikarenakan Ico pakai buatan yang menyimpang dari ketentuan adat asli. Salah satu bagian petak rumah yang tertua pada rumah larik dijadikan Umouh Gdeang, rumah ini berfungsi sebagai:
  • Tempat menyimpan benda benda pusaka ninikninik m seperti keris, tombak, tambo, piagam cap raja.dll
  • Tempat musyawarah ketua ketua kelebu atau perut yang jabatan/gelarnya Depati, Permenti atau ninik mamak,
  • tempat kepatan Anak jantan anak betino Tempat penobatan anak jantan untuk menjadi Depati ninik mamak yang telah dipilih oleh anak negeri yang diadakan pada saat kenduri Sko
  • Tempat para ninik mamak memutuskan hukum adat, jika timbul sesuatu masalah yang menyangkut undang Adat.
Petak ruang depan rumah adat dapat dihubungkan satu sama lainnya oleh sebuah pintu, sehingga satu larikan rumah dapat dipertemukan antara satu dengan yang lain.Biasanya pintu tersebut dibuka jika penduduk ingin melaksanakan musyawarah besar seperti kenduri Sko.Kenduri Sko merupakan suatu peristiwa perhelatan terbesar menurut adat Kerinci

Rumah larik bertingkat dua, rumah larik ini memiliki tiang kayu bersisi delapan kualitas bagus dan tahan diameter besar, pada tiang tiang kayu terdapat ukiran flora semacam patma.

Pada dinding dinding papan tebal terdapat ukiran selampit simpai dengan beragam motif flora, Para pemangku Adat berpendapat tiang bersisi delapan itu mengandung makna suku empat puyang delapan, yakni asal usul suami istri ditarik silsilahnya keatas.

Ada lagi pengertian, penantik mendah dari arah delapan penjuru mata angin, berkembang lapik berkembang tikar.Ukiran selampit simpai semacam jalinan spiral, spiral juga ditemukan pada alat alat rumah tangga seperti tabung ayekawo, mundang, gantang .dll.

Dikerinci tidak terdapat ukiran bermotifkan fauna, hal ini kemungkinan karena masuknya pengaruh ajaran agama islam yang melarang membuat gambar manusia dan fauna.

Rumah rumah tua yang disebut rumah larik saat ini semakin tergusur dengan rumah rumah arsitektur modern yang lebih individualism, rumah rumah tua di banyak desa hanya tersisa beberapa buah dalam kondisi tidak layak huni dan sebagian ditinggalkan penghuni

Pada zaman dahulu atap rumah larik terbuat dari potongan potongan bamboo yang disebut atap lapis. Khusus untuk bangunan balai adat atau bale nan begunjong due di tanah mendapo pada masa lalu menggunakan atap dari daun kemumu, daun puar atau ijuk.

Keterangan mengenai Balai bergonjong dua diungkap dalam Tambo Kerinci yang berbunyi: Diateh tanah nan sebingkeh dibawah payung nan sekaki, tanah padat sendi kerajaan. Ditegak balai nan beratap ijuk bagunjong dua nan berdinding angin nan bertiang teras jelatang nan berpasak gading tunggal.

Setiap mendapo atau federasi kedepatian di Alam Kerinci mempunyai tanah mendapo. Tanah mendapo berfungsi sebagai tempat membentuk karang setia. Karang setio atau Karang buatan, baik kesetiaan kepada aturan yang telah disepakati.

Tanah Mendapo mempunyai pengertian tempat atau balai pertemuan para depati ninik mamak dengan anak kemenakannya untuk membicarakan sesuatu masalah yang prinsipil seperti upacara penobatan para pemangku adat, ninik mamak, perang, dll

Disamping tanah bersudut empat, tanah mendapo, ada lagi semacam status tanah yang disebut tanah Hamparan, tanah hamparan ada 3 tempat tempat di Alam Kerinci yakni:
1.Hamparan tua di Hiang Tinggi
2.Hamparan Besar di Rawang
3.Hamparan Kadipan di Sanggaran Agung.

Hamparan di Hiang tinggi sudah lama tidak berfungsi dan kedudukkannya diganti dengan Hamparan Besar tanah Rawang setelah perubahan dari balai melintang Koto keras.

Hamparan tua timbul pada masa pemerintahan sigindo sigindo dan siak langit menguasai Alam Kerinci

Hamparan Kadipan ialah batas perjalanan atau tepatan para raja raja dari Jambi yang naik ke Alam Kerinci untuk mengadakan pertemuan dengan depati depati dan kepala kepala suku se Alam Kerinci, disini raja masih didaulat dan diagungkan.

Akan tetapi bila masuk ke hamparan besar tanah Rawang, Raja duduk sama rendah tegak sama tinggi dengan para depati depati se Alam Kerinci, kedudukan Hamparan Besar Tanah Rawang pada saat ini dapat kita identikkan sebagai Gedung MPR/DPR/DPD Republik Indonesia.

Tanah hamparan besar adalah tempat pertemuan Federasi uni kedepatian se Alam Kerinci untuk membicarakan masalah masalah Kerinci keseluruhan, seperti Transkripsi dengan Kerajaan tetangga dan lain lain yang mengatasnamakan Kerinci.

Home 



Caca juga artikel berikut ini

Politik

Debat Kedua Capres di Mata Netizen, Jokowi Disorot Salah Data, Prabowo Soal Unicorn Debat kedua Pilpres 2019. ©Liputan6.com/Faizal...