SEJARAH ADAT KINCAI (KERINCI)
Oleh:
Toyak Hamdani Rio Mandaro Gedang (Pak Tuo Rio )
Kurinci adalah tanah Minang Kabau dan penduduknya 90% dari daerah tiga Luhak Minang Kabau, tertsebut dalam tambo zaman dahulu, Minang Kabau yaitu selilit Gunung Merapi seedaran Gunung Psaman, sejajaran Sago dengan senggalang, seputaran Talang dengan Kerinci.
Toyak Hamdani Rio Mandaro Gedang ( Pak Tuo Rio )
Berkata mengenai Alam Kerinci bukanlah berarti menonjolkan Sukuisme tetapi membicarakan salah satu corak dari Kebudayaan Nasional Bhinika Tunggal Ika, Kerinci adalah salah satu daerah yang belum pernah di jajah oleh Raja Raja yang ada di Indonesia, cuman pada tahun 1903 daerah Kerinci dijajah oleh Belanda, kemudian Belanda kalah dengan Negara Jepang mangka tanah Kerinci beralih dibawah kekuasaan jajahan Jepang, dengan kata lain Tanah Kerinci dijajah oleh bangsa Asing selama lebih kurang empat puluh tiga setengah tahun
Kita kembali membicarakan asal usul Ninek Moyang di Tanah Sekepal Tanah Surga Tanah Sakti Alam Kerinci, Pepatah mengatakan:
Dari mana asal titik pelita
Di balik telumbu tali terang bulan mega mrga
Dari mana asal Ninek kita
Dari puncak Gunung Merapi
Melalui Bukit Sangka
terus ke Renah tujuh
Disebut juga Letih yang tujuh
Tatkala masa dulu Ninek yang bertujuh memandang dari Bukit Sangka kekiri dan kekanan nampaklah laut semata mata yang dikelilingi oleh Bukit Bukit yang sebelah kiri disebut Bukit Jantan dan Bukit sebelah kanan disebut Bukit Betina.
Adopun Renah yang tujuh disebut sebagai berikut
- Renah Koto Limau Sering, didarat Dsn Belui, disitu diam Ninek Mangkudun Sati
- Renah Bingin, didarat Dsn Sungai Liuk disitu diam Ninek Talago Undang
- Renah Koto Pandang, didarat Dsn Sungai Penuh disitu diam Ninek Siak Lengih
- Renah Koto Jerangkang Tinggi, didarat Dsn Muak disitu diam Ninek Rajo Batinting gelar Sigindo Karao
- Renah Koto Jelatang, didarat Dsn Hiang disitu diam Ninek Puti Indarjati
- Renah Telang Banio, didarat Dsn Air Hangat disitu diam Ninek Si Rajo
- Renah Koto Payung Tinggi didarat Dsn Pendung Semurup disitu diam Ninek Intan Cayo
Dibalik letih yang tujuh ada lagi Ninek nan datang dari jawa melalui Jambi yaitu Ninek Patih Silang Buku yang tinggal dipinggir Sanggaaran Agung ujung tanah Khalifah pada ketika masa dahulu Ninek Talago Undang dan Ninek Siak Lengih melihat asap api yang Nampak disebelah timur , mangka berangkatlah Ninek yang berdua dengan biduk dari Koto Bingin menuju tempat dimana arah sumber asap api tersebut, sesampai mereka berdua disana yaitu di Bukit Koto Jelatang sudah ada Ninek Puti Indarjati yang keramat pandai memikat burung liar, pandai menyeru orang jauh, maka dikala itu berundinglah Ninek yang bertiga itu beriya iya dengan Kakak, bertidak tidak dengan Adik,
maka sesuai ruas dengan buku kata dengan mufakat, bulat lah boleh digulingkan tipis boleh di layangkan, maka dijadikan Koto Jelatang menjadi taman tujuh untuk tempat berunding, Ninek yang tinggal diletih yang tujuh disebut Hamparan tujuh Ninek.
Maka berkata Ninek Telago Undang kepada Ninek Indarjati, hai Saudaro aku Indarjati kalau engkau keramat atau sakti coba engkau seru Ninek di empat Koto supaya kita bertemu kali yang kedua ditempat ini yang sudah kita namakan Hamparan tujuh Ninek, maka tatkala dimasa dulu bertemulah Ninek yang bertujuh maka berkatalah Ninek Talago Undang.
Dek lamo idak bapanyak
Pinang kini bapanyak daun sahawa
Dek bajauh kito idak kenal
Kini kitolah basuwo
Siapo kito dan dari mano asal kito
Mangko manjawab lah Ninek Mangkudum Sati
Sayo datang dari Sumanik
Urang Tigo Luhak
Setelah mendengar kata Ninek Mangkudun Sati tercenganglah Ninek yang berenam
Oh kalau begitu kita urang tujuh ini
datang dari Tigo Luhak
Berkata Ninek Siak Lengih kepada Ninek yang berenam.
Coba kita yang bertujuh ini
Siapa di anatara kita yang pandai
Menyusut dan mengeringkan air
Yang dilingkung bukit
Untuk tempat anak cucu kita
Hidup nanti setelah sepeninggalan kita
Mendengar penuturan dari Ninek Siak Lengih, mangka menjawablah Ninek Rajo Batinting Sigindo Karao.
Berkat Putri Raja Pagaruyung
Sayo sanggup untuk mengeringkan air ini
Mangka dengan kesaktian Sigindo Karao mangka dibedahlah satu buah bukit yang namanya Bukit Tanjung Kerbau jatuh, menjadi satu buah Sungai dan mulailah air ini surut dan kering.
Menurut Tambo lamo tatkala masa dahulu laut sudah kering Ninek yang bertujuh sudah ada yang meninggal Dunia, seperti Ninek Siak Lengih sudah menghilang dilaman Pandang, yaitu di Koto Pandang serta dua orang Prempuannya dan Ninek Rajo Batinting Si Gindo Karao terserobot dengan si Pahit Lidah lantas menjadi batu dan beliau meninggalkan anak satu orang bernama Tuan Magek Bagunjung.
Sepeninggalan Ninek yang Berdua Ninek Siak Lengih dengan Ninek Rajo Batinting Si Gindo Karao maka leburlah Hamparan Tujuh Ninek di Koto Jelatang di Hiang, mangka terbentuklah Balai Melintang di Koto Keras menjadi pusat pertemuan Ninek yang Tujuh Letih atau Tujuh Koto maka terbentuklah Susunan Depati yang dua belas
1. Depati Mandaro Koto Renah
2. Depati Niat Koto Keras
3. Depati Gambalo Rajo
4. Depati Koto Keras
Orang berempat inilah yang menunggu Balai Melintang dimasa dahulu dan ditambah dengan delapan yang lainya seperti.
1. Depati Sirah Bumi di Seleman
2. Depati Hiang Tunggal Di Hiang
3. Depati Atur Bumi Hiang
4. Depati Setiyo nyato di Penawar
5. Depati Sungai Lago
6. Depati Sikukung di daerah Depati Tujuh
7. Depati Situau di Kemantan
8. Depati Kumpalo Sembah di Semurup
Menteri yang Sembilan yaitu
1. Patih Satio Mandaro di Rawang
2. Datuk Cahayo Depati di Rawang
3. Datuk Singa Rapi Dusun Empih
4. Bujang Paniang di Koto Bento
5. Mangku Suka Rami di Rawang
6. Mangko Rajo di Sungai Penuh
7. Mangku Cahayo Depati Tujuh
8. Mangku Agung Depati Tujuh
9. Mangku Malin Deman di Tebing Tinggi
Pada waktu Depati Empat yang berkuasa di Balai Malintang selalu di datangi oleh Raja Jambi yaitu Pangeran Kerbau di Bukit, pada waktu itu Menteri Permanti yang Sembilan merasa cemas kalau nanti Raja Jambi akan menjajah Alam Kerinci, mangka terjadilah pemberontakan Rayat yang di pimpin oleh tiga orang permenti mereka bertiga yaitu.
1. Mangku putih di Dsn Semeli
2. Bujang Paniyan Gedang Di Koto Bento
3. Sangajo Gedang di Rawang
Dengan berkat Pimpinan tiga orang Permenti mangka jatuhlah Balai Malintang dan Berdirilah Balai Mambujur dengan istilah Adat
Membujur lalu
Melintang patah
Dan di beri nama Hamparan Besar Tanah Rawang dengan kata Adat.
Di Balai nan Bagunjung Dua
Segunjung Adat
Segunjung Syarak
Di Atas Tanah Sabingkeh
Di Bawah Payung Ngan Sakaki
Hamparan Besar Tanah Rawang
Tempat Badadak Batampi Lumut
Bahayak bak cando kerak
Bacancang bakarno
Bapilih atah dengan beras
Beras ditanak atah dibuang
Oleh Depati Empat
Pemangku ngan balima
Manti ngan Berempat
Kiyai ngan batujuh
Permenti ngan sepuluh
Pegawai Rajo Pegawai Jenang
Yang disebut Depati Empat. tiga di ilir empat di Tanah Rawang dan tiga dimudik empat di Tanah Rawang: yang mana tiga di ilir:
- Depati sirah bumi di Seleman anak kunci Mendapo yang delapan
- Depati Atur Bumi Adalah wakil Depati Empatdiatas tiga di baruh
- Depati Setio nyato / Depati penawar
- Rawang
Yang mana tiga dmudik
1. Depati Kepala Sembah Mendapo Semurup
2. Depati situau di Kemantan
3. Depati Sekukung di Mandapo Patih Tujuh
4. Rawang
Rawang dua Mendapo:
1. Mendapo Adat
1. Mendapo Syara
Mandapo Adat
1. Depati Mudo
2. Depati Nanggal
3. Depati Niat
4. Depati Mandaro
5. Depati Sungai Lago
Mendapo Syarak yaitu: Kiyai ngan bertujuh Permanti ngan Sepuluh serta Imam yang bertiga Pegawai Raja Pegawai Jenang Suluh Bindang Alam Kerinci.